Scenesjournal.com, Indonesia – Industri perbankan syariah Indonesia menunjukkan ketahanan dan pertumbuhan positif sepanjang kuartal III 2025. NERAKA33
Berdasarkan laporan kinerja keuangan yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total aset bank umum syariah nasional tumbuh 7,8% secara tahunan (year-on-year) mencapai Rp880 triliun, sementara laba bersih sektor meningkat hingga Rp6,9 triliun.
Dua pemain besar — Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Bank Muamalat — menjadi sorotan berkat kinerja solid mereka dalam pembiayaan, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), dan efisiensi operasional.
“Kinerja sektor keuangan syariah mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem ekonomi berbasis nilai keadilan dan keberlanjutan,” ujar Deputi Komisioner Perbankan Syariah OJK, Rima Hartati.
Gambaran Umum Kinerja Sektor Syariah

Secara makro, sektor perbankan syariah terus menunjukkan tren pertumbuhan yang stabil.
Hingga September 2025:
-
Total aset bank syariah naik dari Rp816 triliun menjadi Rp880 triliun (+7,8%).
-
Pembiayaan yang disalurkan (PYD) tumbuh 8,3% mencapai Rp610 triliun.
-
Dana pihak ketiga (DPK) meningkat 6,9% menjadi Rp720 triliun.
-
Rasio Non-Performing Financing (NPF) tetap terjaga di level 2,1%.
Kinerja ini menunjukkan bahwa stabilitas sektor syariah tetap kuat meskipun terjadi perlambatan ekonomi global dan volatilitas nilai tukar rupiah.
“Perbankan syariah mampu menjaga kualitas pembiayaan melalui prinsip kehati-hatian dan inovasi digital,” kata Rima.
Bank Syariah Indonesia (BSI): Dominasi Tak Tergoyahkan

Sebagai bank syariah terbesar di Tanah Air, BSI (kode emiten: BRIS) terus memperkuat posisinya sebagai penggerak utama industri.
Pada kuartal III 2025, BSI mencatat:
-
Laba bersih: Rp4,75 triliun (+9,4% yoy).
-
Total aset: Rp405 triliun (+8,1% yoy).
-
Pembiayaan: Rp275 triliun, tumbuh 7,9%.
-
DPK: Rp350 triliun, naik 6,8%.
Kinerja positif ini ditopang oleh pertumbuhan pembiayaan konsumtif (terutama KPR syariah) dan digitalisasi layanan melalui aplikasi BSI Mobile yang kini telah digunakan oleh lebih dari 10 juta nasabah aktif.
Selain itu, BSI juga memperluas portofolio pembiayaan UMKM halal, yang kini mencapai Rp45 triliun atau sekitar 16% dari total pembiayaan.
“Strategi kami bukan sekadar ekspansi, tapi juga memperkuat dampak ekonomi umat,” ujar Direktur Utama BSI, Hery Gunardi.
BSI juga memperbaiki rasio efisiensi (BOPO) dari 74% menjadi 70%, menandakan peningkatan produktivitas dan pengendalian biaya yang lebih baik.
Bank Muamalat: Rebound Setelah Restrukturisasi
Setelah melewati masa restrukturisasi dan rekapitalisasi besar-besaran pada 2023–2024, Bank Muamalat Indonesia (BMI) akhirnya menunjukkan hasil nyata.
Pada kuartal III 2025, BMI mencatat:
-
Laba bersih: Rp620 miliar (naik signifikan dari Rp420 miliar di 2024).
-
Total aset: Rp75 triliun (+6,5% yoy).
-
Pembiayaan: Rp52 triliun (+7,1% yoy).
-
NPF turun: dari 3,9% menjadi 2,6%.
Salah satu pendorong kinerja positif BMI adalah digitalisasi pembiayaan mikro dan partnership lending bersama fintech syariah.
Melalui aplikasi Muamalat DIN (Digital Islamic Network), BMI menargetkan ekspansi 2 juta pengguna aktif hingga akhir 2025.
“Fokus kami kini pada pembiayaan produktif yang berisiko rendah dan berdampak sosial tinggi,” jelas Direktur Keuangan BMI, Ahmad Reza.
BMI juga memperkuat layanan korporasi syariah, khususnya untuk sektor halal value chain, termasuk industri makanan, wisata, dan pendidikan.
BCA Syariah dan Mandiri Syariah Unit: Stabil dan Konsisten

Selain dua pemain utama, BCA Syariah dan Bank Mega Syariah juga mencatat kinerja positif.
BCA Syariah mencatat laba bersih Rp315 miliar, naik 11% yoy, didorong pembiayaan komersial dan segmen korporasi halal.
Sementara Bank Mega Syariah fokus memperluas pembiayaan konsumtif dan sektor pendidikan dengan peningkatan aset sebesar 8,9%.
Kedua bank ini menjadi contoh stabilitas lembaga syariah menengah di tengah persaingan ketat perbankan digital.
Digitalisasi Dorong Efisiensi dan Akses
Perkembangan digitalisasi menjadi faktor utama penggerak efisiensi bank syariah.
Selama 2025, OJK mencatat peningkatan transaksi digital syariah mencapai Rp650 triliun, naik 25% dari tahun sebelumnya.
Platform seperti BSI Mobile, Muamalat DIN, dan BCA Syariah Digital menjadi motor utama dalam menjangkau nasabah generasi muda.
Selain itu, digitalisasi juga mendorong biaya operasional turun 10–15% di sebagian besar bank syariah besar.
“Digital banking menjadi ujung tombak transformasi layanan keuangan syariah yang inklusif,” ujar ekonom syariah Irwan Abdullah.
Dengan semakin banyaknya nasabah digital, bank syariah kini mulai memperluas layanan e-zakat, wakaf digital, dan pembiayaan mikro online.
Tantangan: Persaingan Likuiditas dan Margin Keuntungan
Meski kinerja positif, industri bank syariah tetap menghadapi beberapa tantangan:
-
Persaingan likuiditas dengan bank konvensional, terutama di pasar deposito.
-
Margin pembiayaan (NIM) yang cenderung menurun karena tekanan suku bunga global.
-
Kebutuhan SDM syariah digital yang masih terbatas.
Namun, OJK menilai risiko sistemik sektor ini tetap rendah karena basis pembiayaan syariah relatif konservatif dan tidak terpapar utang derivatif global.
“Bank syariah harus memperkuat inovasi produk agar tidak hanya bersaing di nilai religius, tapi juga efisiensi dan teknologi,” tambah Irwan.
Outlook 2026: Aset Syariah Menuju Rp1.000 Triliun
Dengan pertumbuhan stabil, banyak analis memperkirakan total aset perbankan syariah Indonesia akan menembus Rp1.000 triliun pada 2026.
Faktor pendorong utamanya meliputi:
-
Peningkatan pembiayaan sektor halal (UMKM, pariwisata, dan industri makanan).
-
Sinergi antara bank syariah dan fintech.
-
Dukungan kuat dari pemerintah melalui Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI 2025).
“Arah pertumbuhan industri syariah kini bukan sekadar alternatif, tapi bagian utama sistem keuangan nasional,” ujar Rima Hartati.
Bank-bank syariah juga diprediksi memperkuat fokus pada pembiayaan hijau (green financing) dan ESG-based lending, sejalan dengan tren global keberlanjutan.
Kesimpulan
Kinerja bank syariah kuartal III 2025 menunjukkan bahwa sektor ini semakin matang dan kompetitif.
Dengan BSI memimpin di pangsa pasar dan Bank Muamalat berhasil bangkit pascarestrukturisasi, industri keuangan syariah Indonesia terus menunjukkan ketangguhannya di tengah tantangan ekonomi global.
Efisiensi, digitalisasi, dan inovasi produk menjadi kunci keberhasilan sektor ini untuk melangkah menuju era baru ekonomi syariah nasional.
“Bank syariah adalah fondasi masa depan keuangan berkeadilan,” tutup ekonom Irwan Abdullah.
